Sudah seyogianya kita berdoa, memohon umur yang panjang kepada Allah SWT. Jangan sampai kita mati, dan meninggalkan anak yang masih dalam keadaan yatim. Memohon kepada Allah, agar diberi kesempatan dapat melihat anak-cucu, mengawasi pertumbuhan dan memberikan pendidikan agama yang cukup pada mereka. Sehingga di kemudian hari menjadi manusia yang saleh dan dapat meneruskan perjuangan kita.
Sebenarnya, meminta panjang umur termasuk sesuatu yang kurang bagus. Tercela, sebagaimana disebutkan dalam syarah Darut Tauhid. Namun, ada pengecualian untuk orang alim. Karena umur yang panjang berarti sebuah pengabdian yang panjang pula, dalam rangka berjuang menyebarkan ilmu. Karena sudah menjadi kewajiban mereka untuk mewariskan ilmunya kepada generasi-generasi selanjutnya. Bagaimanapun juga, agama Islam akan stagnan tanpa para pemuda yang berwawasan ilmu agama.
العلم حياة الإسلام
Ilmu adalah lestarinya kehidupan agama Islam.
Berkenaan dengan hal itu, disebutkan dalam kitab-kitab klasik, amalan-amalan yang biasa dikerjakan oleh salafus sholeh, agar dipanjangkan usianya oleh Allah SWT. Di antaranya ialah dengan menahan diri untuk tidak memotong tanaman tanpa keperluan yang bermanfaat. Sebagaimana yang kerap terjadi sekarang, yakni pembalakan liar dan penggundulan hutan tanpa perhitungan yang bijak. Tersebut dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, bahwa perilaku yang sedemikian itu akan menghalangi sebab-sebab dipanjangkan usianya oleh Allah SWT. Kecuali jika memotong tanaman demi tujuan yang bermanfaat, semisal untuk membangun mushalla atau rumah hunian.
Termasuk dalam ijazah thulil umri (panjang umur) ialah dengan membiasakan membaca
سبحان الله ملأ الميزان ومبلغ العلم ومنتهى الرضوان وزنة العرش
subhanallahi mil’al mizan wa mabalghol ilmi wamuntaha ridhwan wa zinatal arsy.
Dibaca tiga kali setelah shalat maghrib dan shubuh. Selain itu dalam kitab Fathul Allam, juga disebutkan amalan-amalan yang menjadi sebab dipanjangkannya usia dan dilapangkan segala kebutuhan, sehingga semakin kecil intensitas ketergantungan kita terhadap manusia. Yakni dengan selalu membaca
سبحان من لايعلم قدره غيره ولايبلغ الواصفون صفته
subhana man la ya’lamu qodrahu ghoiruhu wa la yablughu washifuna shifatahu, tiga kali setelah shalat fardhu.
Dulu pada sekitar tahun 50-an saya mendapat ijazah tersebut dari Mbah Kiai Ashrof dari Mbah Kiai Faqih Maskumambang. Yakni dengan membaca wiridan itu 7 kali setelah shalat maktubah. Menurut satu keterangan dalam kitab Showi, syarah (komentar) kitab Tafsir Jalalain, amalan tersebut ternyata sanadnya nyambung (warid) sampai Rasulullah Saw. Insya Allah, dengan membiasakan membaca wiridan ini, Allah akan menganugerahkan umur panjang dan sekaligus kekuatan untuk tidak terlalu tergantung pada manusia. Tapi hanya kepada Allah semata.
Wiridan ini menjadi penting, sebab dewasa ini, kita tahu banyak sekali kiai-kiai muda yang telah wafat sebelum ada generasi yang siap untuk menggantikan, baik dalam keilmuan maupun kepemimpinannya. Sehingga pesantren-pesantren yang telah dengan susah payah dirintis, menjadi terbengkalai. Hal ini sangat memprihatinkan, karena dengan meninggalnya satu kader kiai berarti terputuslah satu mata rantai keilmuan kita.
sumber: www.langitan.net
Qobilna ijazah
BalasHapusQobiltu
BalasHapusQobiltu
BalasHapusqobiltu
BalasHapusQobiltu ijazah izin mengamalkan
BalasHapusQobiltu
BalasHapusqobiltu ijazah
BalasHapusQobiltu
BalasHapusQobiltu guru
BalasHapusQobiltu
BalasHapusQobiltu Ijazah, izin mengamalkan
BalasHapus