Selasa, 31 Agustus 2010

Yahudi Musuh ABADI

Serangan Israel terhadap Lebanon baru- baru ini menegaskan kembali untuk yang kesekian kalinya, bahwa kaum Yahudi la’natullahi alaihim tidak akan berhenti membenci dan memusuhi umat Islam, sampai kapan pun. Allah Subhanahu Wata’ala telah men-ceritakan hakikat kedengkian, permusuhan dan kebencian orang Yahudi kepada umat Islam. “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (QS. Al Maidah; 82). “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS. Al Baqarah;120).Ironisnya, umat Islam dunia, termasuk Indonesia tidak banyak yang terketuk hatinya untuk membantu saudara-saudaranya di medan laga, baik bantuan tenaga, materi maupun doa.Banyak hal yang melatar-belakangi kenapa negara-negara Islam di dunia, khususnya negara Timur Tengah enggan membantu tentara Hizbullah ini. Selain karena bangsa-bangsa Timur Tengah banyak yang terikat oleh perjanjian Camp. David yang dikendalikan oleh Amerika Serikat, negara-negara Arab dan umat Islam sedunia lebih melihat bahwa perang antara Israil dan Lebanon ini tak ubahnya sebagai perang antara Yahudi dan Syi’ah, bukan perang Yahudi dan Islam. Umat Islam hendaknya mau melihat bahwa orang-orang Yahudi sejak dahulu kala selalu jadi komunitas pembangkang kepada Allah dan utusan-utusanNya.
Tidak sedikit Nabi-Nabi Allah mereka bunuh dengan tanpa alasan yang benar. “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kufur kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Ali Imran;112).

Api kebencian dan permusuhan orang-orang Yahudi terhadap umat Islam sudah dikobarkan sejak tarikan nafas umat Islam pertama. Tidak jarang mereka berupaya melakukan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam, tapi tidak selalu berhasil. Dan sampai kini dan kapan pun, mereka tiada henti-henti memusuhi dan memerang umat Islam.Bangsa Israel yang disokong oleh Amerika dan sekutu-sekutunya dengan senjata-senjata penghancur telah membunuh anak-anak, wanita dan orang-orang tua muslim Bangsa Lebanon dan Palestina. Peluru-peluru berhulu ledak mereka telah mengakibatkan terbunuhnya umat Islam secara biadap dan membuat mereka cacat seumur hidup. Tidak hanya itu, mereka juga telah menjadikan masjid di kawasan Palestina sebagai toko minuman keras, tempat-tempat perjudian, kandang ternak dan tempat pembuangan sampah. Mereka juga merusak Masjidil Aqsha dan menggali lubang-lubang di bawahnya supaya masjid ini roboh. Dan Yahudi akan terus selalu memusuhi dan memerang Islam.

Namun, karena yang yang dihajar dan diserang oleh Israel baru-baru ini adalah kelompok Hizbullah yang divonis berhaluan Syi’ah, maka umat Islam lainnya terutama yang berhaluan Sunni sama sekali tak terketuk ghirahnya sama sekali. Orang-orang Yahudi sadar betul bahwa issu Sunni-Syi’ah adalah “borok” paling besar yang men-jangkiti umat Islam. Borok ini diketahui betul oleh Israel sebagai titik kelemahan umat Islam yang paling mendasar. Israel sangat yakin bahwa kalau mereka menyerang Hizbullah, maka umat Islam lainnya pasti hanya akan duduk manis menyaksikan pertem-puran ini di depan pesawat televisinya masing-masing. Dan keyakinan orang-orang Yahudi ini pun benar-benar terbukti. Tidak ada kekuatan Islam lain yang membantu mereka baik berupa tenaga maupun materi. Bahkan bantuan doa dari seluruh umat Islam di penjuru dunia pun tidak begitu signifikan semangat dan geloranya. Padahal, realita di medan tempur, yang diserang Israel tidak hanya Hizbullah, tapi juga tidak sedikit dari rakyat Lebanon yang Sunni menjadi korban keganasan orang Yahudi. Mayat-mayat me-reka bergelempangan, anak-anak balita mati terbujur kaku, rumah-rumah mereka hancur lebur, rata dengan tanah.

Inilah mungkin kelemahan mendasar umat Islam. Kekuatan Islam yang besar telah terpolarisasi dalam beberapa kelompok yang antara satu kelompok dengan yang lain saling acuh, tidak peduli dan bahkan saling memusuhi. Oleh karenanya, meski umat Islam berjumlah lebih dari 1.500.000.000 (1,5 milyar) tapi tidak dapat berbuat banyak melawan orang-orang Yahudi yang hanya berkisar 20-an juta. Sikap acuh tak acuh dan ogah-ogahan mayoritas umat Islam, terutama para pemimpin negara-negara Arab terhadap nasib saudara-saudaranya yang di-bunuh dan dicincang oleh orang-orang Yahudi besar kemungkinan karena umat Islam tidak lagi memiliki ghirah jihad berperang melawan musuh-musuh Allah. Ketakutan dan keloyoan umat Islam, khususnya para pemimpin negara-negara Arab ini karena sebagian besar mereka telah dikendalikan secara sistematis oleh kekuatan Amerika dan sekutu-sekutunya. Inilah persis dengan apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam bahwa umat Islam akan dijangkiti oleh penyakit wahn.

Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud. Nomor 3745)

*Penulis adalah pengasuh PP. al-Haromain Pujon, Malang, Jatim
Beliau alumni Sayyid al-Maliki Makkah dan PP. Langitan Tuban

Sabtu, 28 Agustus 2010

Menebar Keangkuhan menuai Kehinaan

Menebar Keangkuhan menuai Kehinaan www.langitan.net
Masih berkaca pada untaian nasihat Luqman Al-Hakim kepada anaknya. Menjelang akhir nasihatnya, Luqman melarang sang anak dari sikap takabur dan memerintahkannya untuk merendahkan diri (tawadhu’). Luqman berkata kepada anaknya:

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتاَلٍ فَخُوْرٍ

“Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong), dan janganlah berjalan dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang angkuh dan menyombongkan diri.” (Luqman: 18)

Demikian Luqman melarang untuk memalingkan wajah dan bermuka masam kepada orang lain karena sombong dan merasa dirinya besar, melarang dari berjalan dengan angkuh, sombong terhadap nikmat yang ada pada dirinya dan melupakan Dzat yang memberikan nikmat, serta kagum terhadap diri sendiri. Karena Allah tidak menyukai setiap orang yang menyombongkan diri dengan keadaannya dan bersikap angkuh dengan ucapannya. (Taisirul Karimir Rahman hal. 649)

Pada ayat yang lain Allah SWT melarang pula:

وَلاَ تَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحاً إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ اْلأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِباَلَ طُوْلاً

“Dan janganlah berjalan di muka bumi dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mencapai setinggi gunung.” (Al-Isra`: 37)

Demikianlah, seseorang dengan ketakaburannya tidak akan dapat mencapai semua itu. Bahkan ia akan menjadi seorang yang terhina di hadapan Allah SWT dan direndahkan di hadapan manusia, dibenci, dan dimurkai. Dia telah menjalani akhlak yang paling buruk dan paling rendah tanpa menggapai apa yang diinginkannya. (Taisirul Karimir Rahman, hal. 458)

Kehinaan. Inilah yang akan dituai oleh orang yang sombong. Dia tidak akan mendapatkan apa yang dia harapkan di dunia maupun di akhirat.

‘Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi SAW:

يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُوْنَ يَوْمَ الْقِياَمَةِ أَمْثاَلَ الذَّرِّ فِيْ صُوْرَةِ الرِّجاَلِ، يَغْشاَهُمُ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكاَنٍ، يُسَاقُوْنَ إِلَى سِجْنٍ مِنْ جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُوْلَسَ، تَغْلُوْهُمْ ناَرٌ مِنَ اْلأَنْياَرِ، وَيُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِيْنَةِ الْخَباَلِ

“Orang-orang yang sombong dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut-semut kecil dalam bentuk manusia, diliputi oleh kehinaan dari segala arah, digiring ke penjara di Jahannam yang disebut Bulas, dilalap oleh api dan diberi minuman dari perasan penduduk neraka, thinatul khabal.1” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 434)

Bahkan seorang yang sombong terancam dengan kemurkaan Allah k. Demikian yang kita dapati dari Rasulullah SAW, sebagaimana yang disampaikan oleh seorang shahabat mulia, ‘Abdullah bin ‘Umar :

مَنْ تَعَظَّمَ فِي نَفْسِهِ أَوِ اخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ

“Barangsiapa yang merasa sombong akan dirinya atau angkuh dalam berjalan, dia akan bertemu dengan Allah SWT dalam keadaan Allah murka terhadapnya.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Asy- Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 427)

Kesombongan (kibr) bukanlah pada orang yang senang dengan keindahan. Akan tetapi, kesombongan adalah menentang agama Allah k dan merendahkan hamba-hamba Allah k. Demikian yang dijelaskan oleh Rasulullah n tatkala beliau ditanya oleh ‘Abdullah bin ‘Umar c, “Apakah sombong itu bila seseorang memiliki hullah2 yang dikenakannya?” Beliau menjawab, “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki dua sandal yang bagus dengan tali sandalnya yang bagus?” “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki binatang tunggangan yang dikendarainya?” “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki teman-teman yang biasa duduk bersamanya?” “Tidak.” “Wahai Rasulullah, lalu apakah kesombongan itu?” Kemudian beliau menjawab:

سَفَهُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Meremehkan kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 426)

Tak sedikit pun Rasulullah n membuka peluang bagi seseorang untuk bersikap sombong. Bahkan beliau nsenantiasa memerintahkan untuk tawadhu’. ‘Iyadh bin Himar menyampaikan bahwa Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu’ hingga tidak seorang pun menyombongkan diri atas yang lain dan tak seorang pun berbuat melampaui batas terhadap yang lainnya.” (HR. Muslim no. 2865)

Berlawanan dengan orang yang sombong, orang yang berhias dengan tawadhu’ akan menggapai kemuliaan dari sisi Allah SWT, sebagaimana yang disampaikan oleh shahabat yang mulia, Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ

“Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu’ karena Allah, kecuali Allah akan mengangkatnya.” (HR. Muslim no. 2588)

Tawadhu’ karena Allah SWT ada dua makna. Pertama, merendahkan diri terhadap agama Allah, sehingga tidak tinggi hati dan sombong terhadap agama ini maupun untuk menunaikan hukum- hukumnya. Kedua, merendahkan diri terhadap hamba-hamba Allah k karena Allah SWT, bukan karena takut terhadap mereka, ataupun mengharap sesuatu yang ada pada mereka, namun semata-mata hanya karena Allah SWT. Kedua makna ini benar.

Apabila seseorang merendahkan diri karena Allah SWT, maka Allah SWT akan mengangkatnya di dunia dan di akhirat. Hal ini merupakan sesuatu yang dapat disaksikan dalam kehidupan ini. Seseorang yang merendahkan diri akan menempati kedudukan yang tinggi di hadapan manusia, akan disebut-sebut kebaikannya, dan akan dicintai oleh manusia. (Syarh Riyadhish Shalihin, 1/365)

Tak hanya sebatas perintah semata, kisah-kisah dalam kehidupan Rasulullah banyak melukiskan ketawadhu’an beliau. Beliau adalah seorang manusia yang paling mulia di hadapan Allah SWT. Meski demikian, beliau menolak panggilan yang berlebihan bagi beliau. Begitulah yang dikisahkan oleh Anas bin Malik tatkala orang-orang berkata kepada Rasulullah , “Wahai orang yang terbaik di antara kami, anak orang yang terbaik di antara kami! Wahai junjungan kami, anak junjungan kami!” Beliau pun berkata:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِقَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَهْوِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ، إِنِّي لاَ أُرِيْدُ أَنْ تَرْفَعُوْنِي فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِي أَنْزَلَنِيهِ اللهُ تَعَالَى، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

“Wahai manusia, hati-hatilah dengan ucapan kalian, jangan sampai kalian dijerumuskan oleh syaitan. Sesungguhnya aku tidak ingin kalian mengangkatku di atas kedudukan yang diberikan oleh Allah ta’ala bagiku. Aku ini Muhammad bin ‘Abdillah, hamba-Nya dan utusan-Nya.” (HR. An- Nasa`i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah, dikatakan dalam Ash-Shahihul Musnad fi Asy-Syamail Muhammadiyah no. 786: hadits shahih menurut syarat Muslim)

Anas bin Malik mengisahkan:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُوْرُ اْلأَنْصَارَ فَيُسَلِّمُ عَلَى صِبْيَانِهِمْ وَيَمْسَحُ بِرُؤُوْسِهِمْ وَيَدْعُو لَهُمْ

“Rasulullah biasa mengunjungi orang-orang Anshar, lalu mengucapkan salam pada anak-anak mereka, mengusap kepala mereka dan mendoakannya.” (HR An. Nasa`i, dikatakan dalam Ash- Shahihul Musnad fi Asy-Syamail Muhammadiyah no. 796: hadits hasan)

Ketawadhu’an Rasulullah ini menjadi gambaran nyata yang diteladani oleh para shahabat. Anas bin Malik pernah melewati anak-anak, lalu beliau mengucapkan salam pada mereka. Beliau mengatakan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ

“Nabi biasa melakukan hal itu.” (HR. Al-Bukhari no. 6247 dan Muslim no. 2168)

Memberikan salam kepada anak-anak ini dilakukan oleh Nabi n dan diikuti pula oleh para shahabat beliau g. Hal ini merupakan sikap tawadhu’ dan akhlak yang baik, serta termasuk pendidikan dan pengajaran yang baik, serta bimbingan dan pengarahan kepada anak-anak, karena anak-anak apabila diberi salam, mereka akan terbiasa dengan hal ini dan menjadi sesuatu yang tertanam dalam jiwa mereka.(Syarh Riyadhish Shalihin, 1/366-367)

Pernah pula Abu Rifa’ah Tamim bin Usaid zmenuturkan sebuah peristiwa yang memberikan gambaran ketawadhu’an Nabi serta kasih sayang dan kecintaan beliau terhadap kaum muslimin:

اِنْتَهَيْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَخْطُبُ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ، رَجُلٌ غَرِيْبٌ جَاءَ يَسْأَلُ عَنْ دِيْنِهِ لاَ يَدْرِي مَا دِيْنُهُ؟ فَأَقْبَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَرَكَ خُطْبَتَهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَيَّ فَأُتِيَ بِكُرْسِيٍّ، فَقَعَدَ عَلَيْهِ، وَجَعَلَ يُعَلِّمُنِي مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ، ثُمَّ أَتَى خُطْبَتَهُ فَأَتَمَّ آخِرَهَا

“Aku pernah datang kepada Rasulullah n ketika beliau berkhutbah. Lalu aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, seorang yang asing datang padamu untuk bertanya tentang agamanya, dia tidak mengetahui tentang agamanya.’ Maka Rasulullah pun mendatangiku, kemudian diambilkan sebuah kursi lalu beliau duduk di atasnya. Mulailah beliau mengajarkan padaku apa yang diajarkan oleh Allah. Kemudian beliau kembali melanjutkan khutbahnya hingga selesai.” (HR. Muslim no. 876)

Begitu banyak anjuran maupun kisah kehidupan Rasulullah yang melukiskan ketawadhu’an beliau. Demikian pula dari para shahabat . Tinggallah kembali pada diri ayah dan ibu. Jalan manakah kiranya yang hendak mereka pilihkan bagi buah hatinya? Mengajarkan kerendahan hati hingga mendapati kebahagiaan di dua negeri, ataukah menanamkan benih kesombongan hingga menuai kehinaan di dunia dan akhirat?

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Kholifah Umar Dan Gadis Yang Jujur

Kholifah Umar Dan Gadis Yang Jujur www.langitan.net

Khalifah Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu memiliki kegemaran melakukan ronda malam sendirian untuk melihat langsung kondisi rakyatnya. Sepanjang malam ia memeriksa keadaan rakyatnya secara langsung dari dekat.

Ketika melewati sebuah gubuk, khalifah merasa curiga melihat lampu yang masih menyala. Di dalamnya terdengar suara orang berbisik-bisik. Khalifah Umar menghentikan langkahnya. Ia penasaran ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Dari balik bilik Khalifah Umar mengintipnya. Tampaklah seorang ibu dan anak perempuannya sedang sibuk mewadahi susu.

“Bu, kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini,” kata anak perempuan itu. “Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit.”

“Benar anakku,” kata ibunya.

“Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan gemuk. Kita bisa memerah susu sangat banyak,” harap anaknya.

“Hmm…, sejak ayahmu meninggal penghasilan kita sangat menurun. Bahkan dari hari ke hari rasanya semakin berat saja. Aku khawatir kita akan kelaparan,” kata ibunya. Anak perempuan itu terdiam. Tangannya sibuk membereskan kaleng-kaleng yang sudah terisi susu. “Nak,” bisik ibunya seraya mendekat. “Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita cepat bertambah.”

Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ah, wajah iu begitu lelah dan letih menghadapi tekanan yang amat berat. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya. “Tidak, Bu!” katanya cepat. “Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu dengan air.” Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada pembeli.

“Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu,” gerutu ibunya kesal.

“Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada pembeli?”

“Tapi tidak akan ada yang tahu kita mencampur dengan air! Tengah malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita,” kata ibunya tetap memaksa. “Ayolah, Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat kita!”

“Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita serapi apapun kita menyembunyikannya,” tegas anak itu. Ibunya hanya menarik nafas panjang. Sungguh kecewa hatinya mendengar anaknya tak mau menuruti suruhannya. Namun, jauh di lubuk hatinya ia begitu kagum akan kejujuran anaknya.

“Aku tidak mau melakukan ketidakjujuran pada waktu ramai maupun sunyi. Aku yakin, Allah tetap selalu mengawasi apa yang kita lakukan setiap saat,” kata anak itu. Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar. Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres. Di luar bilik, Khalifah Umar tersenyum kagum akan kejujuran anak perempuan itu.

“Sudah sepantasnya ia mendapatkan hadiah!” gumam Khalifah Umar. Dia beranjak meninggalkan gubuk itu kemudian ia cepat-cepat pulang ke rumahnya.

***

Keesokan paginya, Khalifah Umar memanggil putranya, Ashim bin Umar. Diceritakannya tentang gadis jujur penjual susu itu.

“Anakku menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya,” kata Khalifah Umar. “Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut pada manusia. Tapi takut pada Allah yang MahaMelihat.” Ashim bin Umar menyetujuinya.

Beberapa hari kemudian Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak perempuan itu dengan kedatangan putra khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan ditangkap karena suatu kesalahan.

“Tuan saya dan anak saya tidak pernah melakukan kecurangan dalam menjual susu. Tuan jangan tangkap kami…,” sahut ibu tua ketakutan.

Putra khalifah hanya tersenyum. Lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak menyunting anak gadisnya. “Bagaimana mungkin? Tuan adalah seorang putra khalifah, tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anakku?” tanya ibu dengan perasaan ragu.

“Khalifah adalah orang yang tidak membedakan manusia. Sebab, hanya ketakwaanlah yang meninggikan derajat seseorang di sisi Allah,” kata Ashim sambil tersenyum.

“Ya. Aku lihat anakmu sangat jujur,” kata Khalifah Umar. Anak gadis itu saling berpandangan dengan ibunya. Bagaimana khlaifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka. “Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian…,” jelas Khalifah Umar.

Ibu itu bahagia sekali. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana dengan menilai seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya. Sesudah Ashim menikah dnegan gadis itu, kehidupan mereka sangat bahagia dan membahagiakan kedua orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Beberapa tahun kemudian mereka dikaruniai anak dan cucu yang kelak menjadi orang besar dan memimpin bangsa Arab, yakni Umar bin Abdul Aziz.

Hikmah : Subhanalloh, sungguh kejujuran itu walaupun menyakitkan tetap bernilai tinggi di hadapan Alloh SWt. Alloh meninggikan derajatnya. Maka apakah kita akan berlaku curang demi rizki yang sedikit yang tiada keberkahan di dalamnya . Wallohu’alam

Jumat, 27 Agustus 2010

Antara Dunia dan Akhirat

Oase Ramadhan 1 : Antara Dunia dan Akhirat
Allah menciptakan dunia dan akhirat sebagai pilihan bagi manusia. Dan dengan perangkat akal –yang disertai petunjuk- cukup kiranya bagi manusia untuk berpikir, manakah yang harus dahulukan untuk dipilih. Jika manusia memilih dunia, maka akan seperti apa yang dimaksud dalam ayat :
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang, maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (Al-Isra’ : 18)
Yang dimaksud “kehidupan sekarang” dalam ayat di atas adalah”dunia”. Jadi Allah sangat mampu mendatangkan nikmat bagi hamba-Nya untuk dinikmati seluruhnya di dunia. Asal orang tersebut adalah yang dikehendaki.Tapi setelah semua nikmat dihabiskan di dunia, maka Allah akan memasukkannya ke neraka dalam keadaan yang hina.
Perlu diingat, kalimat di atas menggunakan kata “menghendaki”. Jadi siapa saja yang baru menghendaki kehidupan dunia, sudah disiapkan neraka baginya, apalagi orang-orang yang berjalan mencari dunia?. Tentu jelaslah kemana tempat mereka akan kembali kelak.
Dan jika manusia memilih akhirat, maka sesuai dengan ayat :
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya diterima dengan baik.” (Al-Isra’ : 19)
Yang perlu diingat adalah untuk urusan akhirat, bukan hanya cukup dengan “kehendak” atau “keinginan” saja. Namun butuh menjalankan diri menuju akhirat, yaitu dengan iman dan amal shaleh. Jika hal ini telah terkumpul (keinginan, iman, dan amal shaleh) maka orang tersebut menjadi orang yang sangat beruntung dan berhak mendapat acungan jempol.
Dan kerugianlah bagi orang yang mengutamakan dunia sehingga melupakan akhirat, tidak beriman atau beriman tapi tidak beramal shaleh. Semua berada dalam kerugian. Dan sungguh beruntung bagi orang-orang yang berkehendak akhirat, beriman, dan mau beramal shaleh.
Monggo-monggo disyukuri kenikmatan Allah atas iman, keinginan pada akhirat dan amal shaleh.

Disarikan dari kitab Risalah Adubu Sulukil Murid karya Al-Habib Abdillah bin Alawi Al-Haddad. sumber: www.langitan.net


Mamahami puasa

Secara bahasa memiliki arti menahan.Dalam istilah syara’ memeiliki arti menahan dari perkara yang dapat membatalkannya dimulai dari terbit fajar sampai matahari terbenam disertai niat khusus
Dasar wajib puasa firman Allah dalam surat Al Baqoroh ayat 183 yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah : 183)

Awal diwajibkan puasa pada bulan sya’ban tahun kedua hijriah.
Hikmah: menahan hawa nafsu, mengurangi syahwat, menjaga diri dari maksiat dan menumbuhkan rasa social dan solidaritas yang tinggi bagi orang yang memiliki kelebihan harta dengan merasakan betapa susahnya lapar dan menderitanya orang miskin.

Syarat sah puasa
1. Islam
2. Berakal
3. Bersih dari haid dan nifas
4. Mengetahui waktu diperbolehkan untuk berpuasa.
Berarti tidak sah puasa orang kafir, orang gila walaupun sebentar, perempuan haid atau nifas dan puasa diwaktu yang diharamkan berpuasa seperti hari raya atau hari tasyriq.
Adapun perempuan yang terputus haid atau nifasnya sebelum fajar maka puasanya tetap sah dengan syarat telah niat, sekalipun belum mandi sampai pagi.

Syarat wajib puasa
1. Islam
Puasa tidak wajib bagi orang kafir dalam hukum dunia, namun diakhirat mereka tetap dituntut dan diadzab kerena meninggalkan puasa selain diadzab karena kekafiranya.
2. Mukallaf (baligh dan berakal)
Anak yang belum baligh atau orang gila tidak wajib puasa, namun orang tua wajib menyuruh anaknya berpuasa pada usia tujuh tahun dan wajib memukulnya jika meninggalkan puasa pada usia 10 tahun jika telah mampu.
3. Mampu mengerjakan puasa (bukan lansia atau orang sakit)
Lansia yang tidak mampu berpuasa atau orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh menurut medis wajib mengganti puasanya denga membayar fidyah yaitu satu mud(7,5 ons) makanan pokok untuk setiap harinya.
4. Mukim (bukan musafir sejauh ± 82 km dan keluar dari batas daerahnya sebelum fajar)

Rukun-rukun puasa
1. Niat,
Niat untuk puasa wajib, mulai terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar di setiap harinya. Sedangkan untuk puasa sunnah,sampai tergelincirnya matahari (waktu dzuhur) dengan syarat :
a. Diniatkan sebelum masuk waktu dzuhur
b. Tidak mengerjakan hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, dan lain-lain sebelum niat .
Niat puasa Ramadlon yang sempurna:

نويت صوم غد عن اداء فرض شهر رمضان هذه السنة لله تعالى

Saya niat mengerjakan puasa bulan romadlon besok hari pada tahun ini karena Allah SWT.
2. Menghindari perkara yang membatalkan puasa. Kecuali jika lupa atau dipaksa atau karena kebodohan yang ditolelir oleh syari’at (Jahil ma’dzur)
Jahil Ma’dzur /kebodohan yang ditolelir syariat ada dua:
a. Hidup jauh dari Ulama’
b. Baru masuk Islam
Hal-hal yang membatalkan puasa:
 Masuknya sesuatu kedalam rongga terbuka yang tembus ke bagian dalam tubuh seperti mulut, hidung, telinga dan lain-lain, jika ada unsur kesengajaan, mengetahui keharamanya dan atau kehendak sendiri, namun jika dalam keadaan lupa, tidak mengetahui keharamannya karena bodoh yang ditolelir atau dipaksa, maka puasanya tetap sah.
 Murtad, sekalipun masuk Islam seketika
 Haid, nifas sekalipun mampet seketika seketika.
 Gila meskipun sebentar
 Pingsan dan mabuk sehari penuh, Jika masih ada kesadaran meskipun sebentar ,tetap sah .
 Bersetubuh dengan sengaja dan mengetahui keharamannya.
 Mengeluarkan mani dengan sengaja, seperti dengan tangan atau dengan menyentuh istrinya tanpa penghalang
 Muntah dengan sengaja

Masalah-masalah yang berkaitan dengan puasa:
 Apabila seseorang berhubungan dengan istrinya pada siang hari romadlon dengan sengaja, tidak di paksa dan mengetahui keharamnnya maka puasanya batal, berdosa, tetap wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sampai maghrib dan wajib mengqodo’i puasa serta wajib membayar kafarat(denda)yaitu:
• Membebaskan budak yang Islam
• Jika tidak mampu, wajib berpuasa dua bulan berturut-turut.
Jika tidak mampu maka wajib memberi makanan pada 60 orang miskin masing-masing berupa satu mud(7,5 ons) dari makanan pokok. Denda ini wajib dikeluarkan hanya bagi laki-laki
 Hukum menelan dahak
• Jika telah mencapai batas “luar” tenggorokan maka haram menelan dan membatalkan puasa jika ditelan
• Jika masih dibatas “dalam” tenggorokan maka boleh dan tidak membatalkan puasa.Yang dimaksud batas luar adalah makhrojnya huruf Kha(ح) dan dibawahnya adalah batas dalam
 Menelan ludah tidak membatalkan puasa dengan syarat :
• Murni (tidak tercampur benda lain)
• Suci
• Berasal dari sumbernya yaitu ludah dan mulut, sedangkan menelan ludah yang berada pada bibir luar membatalkan puasa karena sudah diluar mulut.
 Hukum masuknya air mandi kedalam rongga terbuka dengan tanpa sengaja:
• Jika sebab mandi sunnah seperti mandi sholat jum’ah atau mandi wajib seperti mandi jinabat maka tidak membatalakan puasa kecuali Jika sengaja atau menyelam.
• Jika bukan mandi sunnah atau wajib seperti mandi untuk membersihkan badan maka puasanya batal baik disengaja atau tidak
 Hukum air kumur yang tertelan tanpa sengaja:
• Jika berkumur untuk kesunahan seperti dalam wudlu, maka tidak membatalkan puasa bila tidak terlalu kedalam(Mubalaghoh)
• Jika berkumur biasa, bukan untuk kesunahan maka puasanya batal secara mutlaq, baik secara mubalaghoh(terlalu kedalam) atau tidak.
 Orang yang muntah atau mulutnya berdarah wajib berkumur dengan mubalaghoh(membersihkan sampai ke pangkal tenggorokan) agar semua bagian mulutnya suci.

Niat sebagai ujung tombak

Sebelum seseorang melakukan aktifitas, tentu dibutuhkan niat yang baik. Sebab dengan niat yang baik itulah terpancar sinar dan menghasilkan pekerjaan yang baik pula. Dan sebaliknya, dengan niat yang tidak baik maka akan menghasilkan perkerjaan yang tidak baik pula, meski hal tersebut telah ditutup-tutupi dengan amal kebaikan.

Niat memiliki peranan yang penting dalam ibadah. Bahkan Imam Syafi’i mensyaratkan hampir semua ibadah dengan niat, kecuali dalam beberapa hal. Ini sesuai dengan Sabda Rasulullah Saw. “Bahwasannya sahnya amal manusia itu dengan niat. Dan (pahala) setiap manusia itu tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya (bernilai) kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrah-Nya karena dunia atau perempuan yang akan dinikahinya maka hijrahnya (bernilai) kepada dunia atau perempuan yang dihijrahinya.”

Hadits ini menerangkan bahwa barangsiapa beramal karena Allah dan mencocoki dengan apa yang dilakukan rasul, maka Allah akan memberinya pahala hingga menggapai ridho dan surga-Nya. Begitu pula sebaliknya, barangsiapa yang beramal kepada selain Allah, maka pahalanya kembali kepada selain Allah, dzat yang tidak memiliki kemanfaatan, tidak dapat membahayakan,tidak mendatangkan kehidupan maupun kematian.

Adapun ungkapan Nabi dalam hadits di atas menggunakan kata “hijrah” itu maksudnya mengucapkan sebagian namun dengan maksud kesemuanya. Yakni mengucapkan satu perkerjaan (hijrah), namun yang dimaksud adalah seluruh pekerjaan, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya. Barangsiapa yang ikhlas kepada Allah maka Allah akan memberikan pahala. Dan barangsiapa yang niat pada selain Allah, maka Allah tidak akan memberinya pahala.

Mengingat pentingnya niat ini, maka seyognyalah para pencari Tuhan agar berhati-hati dalam mengarungi samudra penghambaan agar apa yang dilakukan bernilai ibadah. Bukan amalan tanpa tujuan yang jelas atau (naudzubillah) amalan yang tidak karena Allah. Sehingga apa yang dilakukan sia-sia.

Monggo bersama-sama kita instropeksi diri, sudah benarkah niat kita dalam melakukan aktifitas sehari-hari?. Apakah benar kita melakukan aktifitas karena Allah atau sekedar takut pada atasan, istri, suami, mertua, atau yang lain. Benarkah niat puasa kita karena Allah atau ada niat-niat lain yang terselip. Semoga Allah selalu menuntut kita pada jalan keikhlasan. Semoga…

Sumber dari kitab Risalah Adubu Sulukil Murid karya Al-Habib Abdillah bin Alawi Al-Haddad Al-Hadrami. sumber: www.langitan.net